Jumat, 29 Juni 2012

Bab II-III.Perencanaan dan manajemen Strategis Ritel


a.Pemahaman tentang Saluran pemasaran
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi,produk yang telah dihasilkan 'harus terjual kepada konsumen atau pemakai akhir agar produsen mendapatkan keuntungan finansial.Produsen menyalurkan produknya sampai ke konsumen menggunakan saluran pemasaran.Saluran pemasaran biasanya melibatkan pihak-pihak: produsen,perantara,dan konsumen akhir atau pemakai industri,terdapat banyak macam perantara yang dapat digunakan produsen untuk menyalurkan produknya,salah satunya adalah pengecer (retailer) atau usaha eceran (bisnis ritel).Bisnis ritel atau perdagangan eceran dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran, kepemilikan,operasional,dan sebagainya.Sedangkan saluran pemasaran dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai banyak sedikitnya perantara.
Bisnis ritel mempunyai fungsi sebagai perantara dalam saluran pemasaran dan fungsi-fungsi dalam hal informasi,promosi,negosiasi,pemesanan,pembiayaan,pengambilan risiko,pemilikan fisik,pembayaran dan hak milik.Peran bisnis ritel dalam saluran pemasaran bagi produsen mencakup pada produk,pendanaan,iklan dan promosi,konsumen,dan pesaing.
b.Pemahaman tentang Perilaku Konsumen
Dalam pengertian bisnis ritel ini, barang yang dijual disalurkan langsung kepada konsumen. Konsumen yang dimaksud dalam pengertian ini adalah diri pribadi, keluarga, maupun rumah tangga. Proses yang terjadi dalam bisnis ritel ini mencakup berbagai kegiatan sehingga transaksi antara pedagang dan pembeli terjadi. Dalam hal ini, terdapat unsur yang mesti ada dalam kegiatan bisnis ritel, yaitu meliputi product (barang atau jasa), price (harga), place (tempat atau lokasi penjualan), dan promotion atau promosi. Hal ini tentu saja berbeda dengan bisnis grosir dimana pengusaha membeli barang dalam jumlah besar, dan menyalurkannya lagi kepada peritel. Bisnis grosir biasanya dijalankan oleh pengecer karena kemampuan modalnya yang cukup besar. Selain itu, juga terdapat mata rantai yang cukup panjang pada penyaluran barang dalam bisnis ritel dan melibatkan banyak pihak didalamnya, seperti distributor dan agen. Dalam mata rantai ini, pedagang perantara atau agen berperan dan mengambil peran atau tugas distributor untuk menyalurkan barang dari produsen. Selanjutnya agen menyalurkannya kepada pengecer atau peritel yang menjalankan bisnis ritel agar menjualnya lagi kepada konsumen akhir. Namun dalam prakteknya, mata rantai bisnis tak selalu berjalan seperti itu. Pedagang grosir, ada yang kemudian merangkap dengan membuka bisnis ritel dengan menjual barang atau produk langsung kepada konsumen. Hal ini bisa terjadi karena adanya peluang ataupun keuntungan bisnis yang terbuka. Meskipun bisnis ritel menyediakan berbagai peluang yang cukup menggiurkan, namun bisnis ini tak bisa dijalankan hanya dengan memahami pengertian bisnis ritel. Kemampuan lain yang harus dikuasai adalah manajemen usaha yang kuat, masalah layanan, dan kepekaan bisnis. Apalagi perilaku konsumen dalam bisns ritel tidak mudah ditebak, bahkan sering berubah. Hanya karena perbedaan harga yang sedikit atau kecewa dengan tukang parkir, konsumen bisa dengan mudah berpindah ke toko lain.
c.Pemahaman tentang Perilaku Pesaing
Bisnis ritel merupakan salah satu usaha yang memiliki prospek cukup baik.Terutama jika mengamati jumlah populasi penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang diperkirakan mencapai kurang lebih 220 juta jiwa.rasio keberadaan ritel khusunya ritel modern apabila diabdingkan dengan total penduduk Indonesia masih menunjukkan kesenjangan yang cukup besar.Keberadaan ritel-ritel tradisional memang masih cukup diperlukan dalam konteks melayani segmen ekonomi bawah.Namun kemajuan teknoligi dan tuntutan kebutuhan konsumen yang terus meningkat menjadi pendorong adanya perubahan orientasi bisnis bisnis ritel.Jika pada awalnya banyak bisnis ritel yang cukup dikelola secara tradisional, tanpa dukungan teknologi yang memadai, tanpa pendekatan manajemen modern dan tanpa berfokus pada kenyamanan dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.Pergeseran pola perilaku belanja pelangan yang terdeteksi dari sejumlah studi yang dilakukan menunjukkan bahwa aktivitas belanja pelanggan tidak hanya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang keperluan hidup, namun lebih mengarah pada terpenuhinya kebutuhan untuk berekreasi dan berelasi. Kondisi inilah yang mendorong bisnis ritel tardisional mulai harus peka menaggapi kebutuhan pelanggan yang belum terpenuhi jika mereka ingin tetap bertahan hidup dalam lingkungan persaingan bisnis ritel yang semakin tajam.
Bekal pemahaman terhadap konsep-konsep pengelolaan ritel modern sangat penting untuk dipahami, mengingat kegagalan dalam pengelolaan akan menumbulkan resiko kerugian yang cukup besar. Sedangkan jika seorang pelaku bisnis ritel tetap bertahan dengan pengelolaan ritel secara tradisional tidak memungkinkan untuk memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bila dihadapkan dengan semakin banyaknya ritel-ritel modern yang dikelola dengan modal yang cukup besar maupun terjadinya perubahan pola belanja konsumen yang mempunyai konsekuensi terhadap berubahnya kebutuhan mereka terhadap keberadaan sebuah ritel seperti yang telah dijelaskan diatas.Pengelolaan ritel modern skala besar dan kecil membutuhkan kesiapan pengelola dalam arti Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan, ketrampilan (baik soft maupun hard skill)dalam hal manajerial ritel modern dan sekaligus kepekaan dalam melihat peluang agar dapat memiliki kompetensi untuk bertahan dalam bisnis ritel (continous competitive advantage).
Sangatpenting untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang manajemen ritel yang akan menambah kesiapan pengelola ritel tradisional maupun ritel modern pada umumnya dalam mengimplementasikan semua pengetahuan dan konsep manajemen ritel modern secara terintegrasi khususnya bagi kesiapan dalam mengelola bisnis ritel modern slaka kecil dan menengah secara mandiri maupun apabila terjun sebagai bagian dari manajemen suatu perusahaan ritel skala menengah dan besar.
Sasaran Pasar dalam membuka bisnis ritel adalah:
1.  Para pengusaha kecil dan menengah yang berkeinginan terjun dalam bisnis ritel sebagai :
a.  Pemula dalam bisnis ritel modern skala kecil dan menengah secara mandiri
Tenaga yang akan bergabung dala operasional perusahaan ritel modern skala kecil dan menengah
b.  Pelaku bisnis ritel tardisional kecil dan menengah yang berkeinginan untuk mengembangkan diri
c.  Tenaga yang akan bergabung dalam manajerial perusahaan ritel modern skala kecil dan menengah pada tingkatan supervisor/penyelia
2.  Para pengusaha ritel tradisional kecik dan menengah yang menjadi binaan suatu lembaga/institusi/organisasi lembaga swadaya masyarakat.
Bidang Kompetensi Pelatihan, penelitian dan konsultasi dalam bidang Manajemen Ritel, meliputi:
1. Perencanaan Bisnis Ritel (Retail Business Plan)
2. Audit Ritel Manajemen
3. Perencanaan dan Penyusunan Strategi Pemasaran Ritel
4. Pengelolaan Barang Dagangan (Merchandise Management)
5. Pengelolaan Operasional Toko (Store Operation) Kiat Sukses Mengeloal Ritel Modern Skala Menengah dan Kecil (memulai dan mampu bertahan dalam era kompetisi)
6. Pergeseran Paradigma Pengelolaan Ritel Tradisional menuju Paradigma Ritel Modern
7. Analisis Perilaku Belanja Konsumen
8. Retail Mix (Bauran Ritel)
9. Pengelolaan Loss Prevention
10. Studi Kelayakan Bisnis Ritel
d. Pemahaman tentang Lingkungan Sosial,ekonomi, dan Teknologi
Lingkungan eksternal adalah semua elemen di luar organisasi yang relevan untuk operasi. Unsur-unsur di luar organisasi sulit dikendalikan namun berpengaruh terhadap organisasi. Organisasi tidak dapat berdiri sendiri atau memenuhi kebutuhannya sendiri. Organisasi mengambil input seperti bahan baku , uang, tenaga kerja dan energi dari lingkungan eksternal yang mengubahnya menjadi produk atau jasa sebagai output. Lingkungan eksternal dibagi menjadi dua yaitu lingkungan khusus dan lingkungan umum.

·      e.Pemahaman tentang lingkungan secara umum
     Elemen-elemen lingkungan umum meliputi sosial budaya, hukum, ekonomi, politik, dan teknologi. Variabel sosial antara lain demografik, gaya hidup dan nilai-nilai sosial. Variabel sosial budaya berkaitan dengan etika, benar-salah, dan tugas-wajib. Perkembangan penduduk, angkatan kerja, struktur kerja partisipasi kerja dan pendidikan mempengaruhi nilai-nilai sosial budaya.
     Demografik atau keadaan penduduk pada suatu wilayah seperti bertambahnya usia angkatan kerja. Hal ini membawa perubahan bagi organisasi karena mempengaruhi besarnya pasokan tenaga kerja. Demografik juga membentuk pasar untuk beraneka produk yang disebabkan oleh baby boomers atau ledakan bayi.
     Gaya hidup juga membawa pengaruh terhadap organisasi. Sebagai contoh meningkatnya pola hidup konsumtif masyarakat perkotaan mendorong mereka untuk membeli barang-barang yang bermerk dan selalu up to date. Hal ini mendorong organisasi untuk lebih menghasilkan produk mutu dan kualitas produknya.
     Faktor nilai-nilai sosial antara satu negara dengan negara lainnya berbeda. Misalnya di negara Jepang banyak orang bekerja pada suatu perusahaan untuk seumur hidupnya. Ini berbeda dengan sebagian besar negara-negara lain dimana masyarakatnya sering berpindah-pindah pekerjaan dalam jangka pendek. Struktur organisasi di Perancis lebih kaku daripada organisasi di Jepang atau Amerika. Di Jerman hak pekerja dan serikat pekerja dijamin oleh Undang-Undang dan karyawannya disebut sebagai mitra sosial, dan memiliki upah lebih besar daripada di Amerika Serikat.
     Secara umum kondisi ekonomi turut menentukan keberhasilan organisasi. Variabel ekonomi yaitu, kondisi ekonomi pada umumnya yang mempengaruhi aktivitas sebuah organisasi. Variabel ekonomi seperti upah, harga yang ditetapkan oleh pemasok dan pesaing serta kebijakan fiskal pemerintah mempengaruhi biaya produksi barang atau penawaran jasa dan kondisi pasar. Indikator ekonomi mengukur pendapatan, tabungan, investasi, harga, upah, produktivitas, lapangan kerja, aktivitas pemerintah serta transaksi internasional.
     Variabel politik yaitu berbagai faktor yang mungkin mempengaruhi aktivitas suatu organisasi sebagai hasil dari proses atau iklim politik. Proses politik mencakup persaingan antar kelompok dengan kepentingan yang berbeda, yang masing-masing mencari peluang untuk mencapai sasarannya sendiri. Seiring dengan tuntutan masyarakat terhadap praktik bisnis yang tidak benar, pemerintah hendaknya menjadi kekuatan politik yang mewakili masyarakat melalui deregulasi, debirokratisasi, dan dekonsentrasi.
     Variabel teknologi meliputi perkembangan baru dalam produk atau proses serta pengetahuan seperti fisika yang mempengaruhi aktivitas organisasi. Teknologi dapat mengubah segala sesuatu secara cepat dan adakalanya masyarakat tidak siap atau belum siap akan perubahan teknologi. Inovasi dalam bidang komputerisasi, robot, bioteknologi dan sumber daya alam lainnya mempengaruhi produktivitas masyarakat.
    Dari penjelasan di atas jelas bahwa lingkungan organisasi tidak statis. Manajemen organisasi bertanggung jawab untuk mengidentifikasi kesempatan agar berkembang. Lingkungan luar organisasi dapat menentukan keberhasilan organisasi/lembaga/badan usaha.
     Untuk mengidentifikasi perubahan lingkungan di luar organisasi, manajer perlu memonitor lingkungan umum. Sebagai contoh, manajer perlu mengurangi produksi barang mewah bila melihat adanya kecenderungan penurunan pengeluaran secara umum dari konsumennya.
     Organisasi mendapatkan informasi tentang keadaan lingkungan umum dari berbagai sumber, seperti dari hubungan informal dalam industri, manajer organisasi lain, data dari dalam organisasi, laporan dan statistik pemerintah, jurnal atau majalah ekonomi, serta data-data dari internet.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar